(Cerpen Karya : Ahmad N)
K
|
etika mentari telah
menunjukkan keperkasaannya. Aku mulai melangkahkan kaki kecil ini untuk menuju
ruang kelas. Satu langkah diperjalanan aku melihat sesok wanita yang begitu
cantik wajahnya dengan uraian mahkota panjang serta balutan busana yang khas
menunjukkan bentuk lekuk tubuhnya. Aku terpukau melihatnya sosok itu hingga
tanpa aku sadari kepalaku mengikuti arah langkah kakinya yang berjalan tidak
jauh dari tempat aku berdiri. Aku melihat ada yang jatuh dari dalam tasnya. Aku
kurang tahu pasti, apakah itu? seperti kain kecil dengan warna merah sedikit
garis putih, aku berinisiatif dari pada penasaran kyaknya lebih baik aku coba
dekati benda itu. Benar saja benda itu adalah sapu tangan jatuh dan kayaknya
dia tidak menyadari. Entah mengapa begitu mudahnya aku membuka mulut untuk
segera meneriakkan kepadanya,
Beewww (kata itu
yang terucap dalam hatiku) sambil mendekatinya dan berkata,
“ini punya kamu jatuh tadi...!”
“owh iya terimakasih ya” sambil tersenyum manis.
“Iya sama-sama” jawabku, tapi aku agag sedikit kaget karena senyum
manis itu ternoda, aku melihat ada merah-merah nempel di giginya setelah aku
perhatikan ternyata itu kulit cabai. Yahhh aku hanya mampu menahan senyum
kegialian melihatnya tapi tetap manis kok meskipun ada kulit cabainya itu aku
anggap sebagi pelengkap. “wkwk..”
Aku pun
segera bergegas menuju ke kelas sambil berlarian aku merasa udah telat banyak
kali ini, walaupun biasanya emank sering telat sich dan kebetulan untuk jam
pertama hari ini dosenya kurang bersahabat denganku bahkan tidak jarang aku dikasih
peringatan olehnya.
Dengan nafas
yang agag ngos-ngosan akhirnya aku sampai juga di ruangan kelas. suasana di
kelas berubah dengan kedatanganku. Semuanya menghentikan aktivitasnya aku pun
juga ikut terkejut melihat itu, ternyata mereka mengira kalau aku dosen jam
pertama. Aku hanya senyum setelah mengetahui hal itu.
Syukurlah
hari ini semua mata kuliah sudah terlewatkan dan waktunya untuk pulang ke
kostan pastinya. Namun ketika masih di jalan menuju parkiran ada yang
memanggilku. Suara itu tidak asing di telingaku, ya benar saja itu adalah suara
Arif, sahabat yang dari awal aku masuk kuliah. ya meskipun dia agag sedikit
pendek dan kurang nyambung kalau ditanya masalah pelajaran tapi di luar itu, kesetiakawanan
wajib diancungi jempol.
“woi Ess.. kamu
hari ini ada kerjaan gk..?”
“Emank kenapa Ess,
jawabku”
“gini aku mau
nganter teman aku yang ada di IAIN, dia mau melakukan peneliatian kelompok tentang
salah satu mata kuliahnya kebetulan motor kami kurang satu untuk menuju ke
lokasi. Jadi, aku bingung mau ngajak siapa, kawan yang lain aku ajak gk bisa.
kalau kamu gk ada planing hari ini mau gk ikut aku?”
“heemm.. boleh tu
pasti seru kayaknya. Kebetulan aku hari juga gk ada kerjaan Sob..”
“ya udah nanti
aku hubungi kamu lagi, kapan kita berangkatnya”. Kata arif sambil berlari
menuju ke parkiran, Sedangkan Aku masih mau menemui dosen mata kuliah Semantik
yang hari itu beliau tidak bisa masuk karena masih ada rapat. Tepat di sebelah
pintu masuk ruang pengajaran ada sebuah kursi dan aku pun tanpa ragu untuk
segera mendudukinya. Setelah menunggu sebentar akhirnya aku bertemu dengan
beliau.
“kamu sudah lama?” tanyanya.
“hemm, gk kok Pak.
“maaf bapak td gk bisa masuk..!”
“iya tidak apa-apa Pak. Kami juga Sudah mengerjakan tugasnya tadi
dan ini absen yang hadir hari ini.”
“owh, iya terimakasih ya.?”
“iya pak sama-sama” jawabku, memang menjadi hal
yang tidak asing bagiku untuk mengurus semua urusan kelas karena itu kewajibanku sebagai ketua tingkat
atau ketua kelas kalau masa SMA dulu.
Menjadi hal
yang menarik jika kita bisa menolong seseorang yang sangat membutuhkan
pertolongan. Itulah yang bisa aku lakukan dan aku segera bersiap-siap untuk
berangkat tetapi masih nuggu sms dari Arif. Beberapa saat kemudian,
“Toutttt..touttt..”
Wahh spertinya itu Suara Hpku yang menandakan ada sms masuk. Ternyata
benar itu adalah sms dari arif.
“kita berangkat..?”
“Oke “ balasku.
Setelah sampai di kampus IAIN Raden
Patah Palembang ternyata semuanya udah nugguin kita. Aku tidak tau kenapa
pandangan mereka aneh kepadaku, aku pun bertanya-tanya dalam hati, apakah ada
yang salah dari aku. Entahlah masa bodoh, aku tidak menggubris hal itu.
“
Sini ess, kenalan dulu”
kata
arif
“iya” jawabku
Aku pun
segera mengulurkan tanganku untuk segera berkenalan dengan beberapa temannya
salah satunya ada Sugi, setelah berkenalan aku pun beratanya-tanya tentang
kuliahnya. Ternyata dia adalah salah satu mahasiswi tarbiah Biologi yang masih
semester 4 dan sekarang masih mau praktik.
Entah
tidak tau mengapa terlintas di otakku tentang kata Biologi, aku teringat dengan
seseorang, seseorang yang terpisah denganku selama 5 tahun lebih. Seseorang
yang membuat keyakinan hatiku yang begitu sangat kuat untuk bertemu. Seseorang
yang tak begitu indah namanya dan simple tapi nama itulah yang ada di otakku.
Seseorang yang tak bisa aku lupakan bahkan Sampai sekarang aku masih penasaran
dengan keturunan Siti Hawa itu, Dia adalah Windiawati. Selama ini aku terus
berusaha mencari kabar, melalui Online maupun keberadaannya, tetapi selalu
kurang beruntung. dan terakhir kita bertemu pas tanda tangan Ijazah SMP itupun aku
tidak sempat ngbrol atau bercanda bareng tetapi Hanya sekedar saling pandangan.
Suara arif
menyadarkanku, kamu kenapa bengong aja? Sambil memegang bahu sebelah kananku.
Owh enggak papa kok. Rasa penasaran aku
semakin menjadi-jadi, aku coba beranikan diri untuk menanyakan dengan mereka
tentang ini.
“ehhh... kamu kenal gk dengan namanya Windiawati? Katanya jurusan
Biologi dan kayaknya juga semester 4 sama dengan kamu?”
“iya kenal”.
Jawabnya
dengan kompak
“serius?”.
“iya beneran, kebetulan dia adalah ketua tingkat kami dan aku
denger-dengar dia berasal dari OKI gitu!” salah satunya menjelaskan.
“oowwwwhhhhhh”
sambil
senyum-senyum dan aku melihat dari mata mereka sepertinya gk ada kebohongan, aku
yakin banget bahwa dia lah orangnya.
“emank kenapa”?
kayak
salting gitu kamu.
“hehe gk kok, dia temenku waktu masih SMP dulu dan kebetulan kita
gk pernah ketemu lagi sampai sekarang. owh ya, boleh gk aku mintak No. Hpnya?
“boleh, tapi jangan bilang ya kalau kami yang ngasih”. Menjawab dengan ragu-ragu.
“oke tenang aja gk bakal aku kasih tau, kalau dia marah sebut aja
namaku,hehe”
jawabku
dengan meyakinkan mereka.
Aku
pun tidak menyia-nyiakan kesempatan yang tidak mungkin datang ke-2 kalinya ini.
Aku segera mencatat No. Hpnya dan setelah itu mereka mengajak berangkat ke
lokasi praktikum yang kebetulan cukup jauh dari kampus. Tanpa kompromi lagi
kita segera bersiap-siap untuk berangkat. Entah kenapa aku berubah jadi lebih
bersemangat, mungkin ini rasa di mana aku mendapatkan yang aku cari dan dan
tidak jarang aku senyum-senyum sendiri. Etts, tetapi bukan berarti gila
ya..?hehe
Tiga hari
kemudian aku bisa kembali berkomunikasi dengannya walau hanya lewat telepon/sms
betapa sangat ingin bertemu dengannya. Walaupun malam di hari itu penuh dengan
awan mendung dan bahkan tidak tampak
satu pun bintang bersinar. Tatapi semua itu tidak menyurutkanku menemuinya. Sekitar
pukul 20.00 WIB aku datang ke kostannya. Aneh Jantungku yang tadinya berdetak
biasa saja kini berubah bak rollingkoster saat mengetuk pintunya.
Tokk....tok...
“Assalamualaikum..”
“Walaikumsalam.”jawabnya dengan lembut, tidak lama dari itu
aku dibukakan pintu, dan dipersilahkan untuk masuk”
“Subbhanallah.”ucapanku
secara tidak sengaja”
“Silahkan
masuk”
Wajah yang tadinya hilang entah kemana kini
hadir kembali di hadapanku. Aku tidak menyangka perubahan pada dirinya. Keanggunan
yang terpancar dengan balutan busana serba ungu dan hijab yang menutupi
rambutnya menandakan kesalihannya terhadap Sang Pencipta. Berbeda dengan aku
yang begitu kagum melihatnya dia malah terkejut dengan penampilanku yang
seperti anak dugal, rambut panjang menutupi mataku dengan kalung rantai yang
aku kenakan. Aku melihat dia menggelengkan kepalanya, aku tak tau pasti apa
tanda yang tersirat dalam gerakan itu. Aku merasa dia sangat heran dengan
penampilanku yang sekarang. Wajar saja kalau dia seperti itu karena, sesosok
yang dia kenal bukan aku yang seperti ini tetapi seseorang yang pendiam dan
tidak neko-neko. Jujur dengan penampilanku yang seperti ini aku sangat malu
berdekatan dengannya, perbandingan itu sangat jauh seperti air dengan api. Satu
yang membautku sangat betah berada disampingnya adalah ketenangan yang luar
biasa tidak pernah aku dapatkan sebelumnya saat dengan ukhty-ukhty yang pernah
dekat denganku. Tidak sampai larut malam obrolan kami harus berakhir karena aku tak enak hati
dengan Ibu pemilik kostannya.
Setelah 1
bulan kemudian aku mengungkapkan persaanku yang tak bisa aku tahan dalam hati
ini yang terus bergejolak, malam itu aku menarik dia
Boleh gk
aku mau ngomong?
Mau
ngomong apa ? “jawabnya”
Sambil aku
keluarkan sesuatu dari kantong sakuku, dia sedikit terkejut melihatnya
Aku
dulu pernah berjanji pada diriku sendiri, apabila aku menemukan seseorang yang pantas mendampingiku maka ini akan aku
berikan kepada orangnya, dan kini aku telah menemukan orang itu yaitu ada di
hadapanku.
Maukah kamu menjadi orang yang halal untukku Windi? Dia menatap
mataku cukup lama (untuk melihat ada keseriusan dari yang aku ucapkan)
Dan aku berusaha meyakinkannya. “Aku serius dengan ucapanku”.
Tetapi aku tidak bisa jawabnya sekarang.
Tidak apa-apa, kapan kamu bisanya? (tanyaku)
Setelah aku melihat kesungguhanmu untuk menjadi imamku.
Iya aku kan tunjukakan kepadamu..
Entah
kenapa keesokan harinya ada semngat dalam diriku untuk merubah kehidupanku
180°. Yang tadi tidak pernah menjalankan salat wajib kini aku sudah mulai
belajar bahkan aku terkadang tidak sungkan
untuk bertanya dengan teman yang lebih tau tentang agama. Keinginan aku
untuk belajar lebih jauh tentang agama semakin kuat setelah dia menyadarkanku
tentang tujuan seorang laki-laki adalah menjadi imam dalam keluarganya nanti.
Sebenarnya aku sudah tahu dari dulu hal itu tapi belum menpunyai nyali untuk
merubahnya. Setiap kata yang terucap mampu merubah pola fikirku. Mungkin ini
adalah perubahan yang disebut dengan cinta. Aku percaya dengan hal itu,
kecintaan kita dengan seseorang bisa salalu termotivasi untuk menjadi seperti
apa yang dia inginkan “tidak dengan paksaan”.
Tiga bulan
kemudian, tiba hari ulang tahunnya yang ke-19 tahun. Tanpa disadarinya aku
memberikan surprice kepadanya, dari sorot matanya aku melihat kebahagiaan yang
mungkin tidak pernah dia rasakan. Mungkin ini adalah saat yang tepat ak untuk
menyakan kembali persaanku yang masih tertahan ini.
Maukah
kamu menjadi yang halal untukku?
Hemmm...
Kenapa?
Kamu tidak bisa ya..?
Tidak
(katannya dengan jeda)
Aku
langsung memalingkan mukaku, kenapa?
Tidak
bisa nolak masudku.hehe
Ahhhhh... ”kecewa kecampur bahagia itu yang aku rasakan
saat kata-kata itu terucap di bibirnya”.
Hari itu
terasa sangat spesial bertepatan dengan hari ulang tahunnya + kado spesial yang
dia dapatkan yang tidak ada gantinya yaitu aku.hehe kini bumi yang gersang kembali
disirami dengan air kehidupan begitulah perumpamaan yang tepat terucapkan. Ada
satu janji suci yang aku ungkapkan kepadanya aku tidak pernah rela jika harus
kehilanganmu.