Pages

Rabu, 19 Maret 2014

Abrasi Kehidupan di Gurun Tandus



Abrasi Kehidupan di Gurun Tandus
(Cerpen Karya : Ahmad N)

K
etika mentari telah menunjukkan keperkasaannya. Aku mulai melangkahkan kaki kecil ini untuk menuju ruang kelas. Satu langkah diperjalanan aku melihat sesok wanita yang begitu cantik wajahnya dengan uraian mahkota panjang serta balutan busana yang khas menunjukkan bentuk lekuk tubuhnya. Aku terpukau melihatnya sosok itu hingga tanpa aku sadari kepalaku mengikuti arah langkah kakinya yang berjalan tidak jauh dari tempat aku berdiri. Aku melihat ada yang jatuh dari dalam tasnya. Aku kurang tahu pasti, apakah itu? seperti kain kecil dengan warna merah sedikit garis putih, aku berinisiatif dari pada penasaran kyaknya lebih baik aku coba dekati benda itu. Benar saja benda itu adalah sapu tangan jatuh dan kayaknya dia tidak menyadari. Entah mengapa begitu mudahnya aku membuka mulut untuk segera meneriakkan kepadanya,
“heeiii cantik..!” dia pun menoleh sambil mengipaskan rambut yang terurai itu..
Beewww (kata itu yang terucap dalam hatiku) sambil mendekatinya dan berkata,
“ini punya kamu jatuh tadi...!”
“owh iya terimakasih ya” sambil tersenyum manis.
“Iya sama-sama” jawabku, tapi aku agag sedikit kaget karena senyum manis itu ternoda, aku melihat ada merah-merah nempel di giginya setelah aku perhatikan ternyata itu kulit cabai. Yahhh aku hanya mampu menahan senyum kegialian melihatnya tapi tetap manis kok meskipun ada kulit cabainya itu aku anggap sebagi pelengkap. “wkwk..”
Aku pun segera bergegas menuju ke kelas sambil berlarian aku merasa udah telat banyak kali ini, walaupun biasanya emank sering telat sich dan kebetulan untuk jam pertama hari ini dosenya kurang bersahabat denganku bahkan tidak jarang aku dikasih peringatan olehnya.
Dengan nafas yang agag ngos-ngosan akhirnya aku sampai juga di ruangan kelas. suasana di kelas berubah dengan kedatanganku. Semuanya menghentikan aktivitasnya aku pun juga ikut terkejut melihat itu, ternyata mereka mengira kalau aku dosen jam pertama. Aku hanya senyum setelah mengetahui hal itu.
Syukurlah hari ini semua mata kuliah sudah terlewatkan dan waktunya untuk pulang ke kostan pastinya. Namun ketika masih di jalan menuju parkiran ada yang memanggilku. Suara itu tidak asing di telingaku, ya benar saja itu adalah suara Arif, sahabat yang dari awal aku masuk kuliah. ya meskipun dia agag sedikit pendek dan kurang nyambung kalau ditanya masalah pelajaran tapi di luar itu, kesetiakawanan wajib diancungi jempol.
“woi Ess.. kamu hari ini ada kerjaan gk..?”
“Emank kenapa Ess, jawabku”
“gini aku mau nganter teman aku yang ada di IAIN, dia mau melakukan peneliatian kelompok tentang salah satu mata kuliahnya kebetulan motor kami kurang satu untuk menuju ke lokasi. Jadi, aku bingung mau ngajak siapa, kawan yang lain aku ajak gk bisa. kalau kamu gk ada planing hari ini mau gk ikut aku?”
“heemm.. boleh tu pasti seru kayaknya. Kebetulan aku hari juga gk ada kerjaan Sob..”
“ya udah nanti aku hubungi kamu lagi, kapan kita berangkatnya”. Kata arif sambil berlari menuju ke parkiran, Sedangkan Aku masih mau menemui dosen mata kuliah Semantik yang hari itu beliau tidak bisa masuk karena masih ada rapat. Tepat di sebelah pintu masuk ruang pengajaran ada sebuah kursi dan aku pun tanpa ragu untuk segera mendudukinya. Setelah menunggu sebentar akhirnya aku bertemu dengan beliau.
“kamu sudah lama?” tanyanya.
“hemm, gk kok Pak.
“maaf bapak td gk bisa masuk..!”
“iya tidak apa-apa Pak. Kami juga Sudah mengerjakan tugasnya tadi dan ini absen yang hadir hari ini.”
“owh, iya terimakasih ya.?”
“iya pak sama-sama” jawabku, memang menjadi hal yang tidak asing bagiku untuk mengurus semua urusan kelas  karena itu kewajibanku sebagai ketua tingkat atau ketua kelas kalau masa SMA dulu.
       
Menjadi hal yang menarik jika kita bisa menolong seseorang yang sangat membutuhkan pertolongan. Itulah yang bisa aku lakukan dan aku segera bersiap-siap untuk berangkat tetapi masih nuggu sms dari Arif. Beberapa saat kemudian,
“Toutttt..touttt..” Wahh spertinya itu Suara Hpku yang menandakan ada sms masuk. Ternyata benar itu adalah sms dari arif.

kita berangkat..?”

“Oke “ balasku.

                Setelah sampai di kampus IAIN Raden Patah Palembang ternyata semuanya udah nugguin kita. Aku tidak tau kenapa pandangan mereka aneh kepadaku, aku pun bertanya-tanya dalam hati, apakah ada yang salah dari aku. Entahlah masa bodoh, aku tidak menggubris hal itu.
“ Sini ess, kenalan dulu” kata arif
“iya” jawabku
Aku pun segera mengulurkan tanganku untuk segera berkenalan dengan beberapa temannya salah satunya ada Sugi, setelah berkenalan aku pun beratanya-tanya tentang kuliahnya. Ternyata dia adalah salah satu mahasiswi tarbiah Biologi yang masih semester 4 dan sekarang masih mau praktik.
Entah tidak tau mengapa terlintas di otakku tentang kata Biologi, aku teringat dengan seseorang, seseorang yang terpisah denganku selama 5 tahun lebih. Seseorang yang membuat keyakinan hatiku yang begitu sangat kuat untuk bertemu. Seseorang yang tak begitu indah namanya dan simple tapi nama itulah yang ada di otakku. Seseorang yang tak bisa aku lupakan bahkan Sampai sekarang aku masih penasaran dengan keturunan Siti Hawa itu, Dia adalah Windiawati. Selama ini aku terus berusaha mencari kabar, melalui Online maupun keberadaannya, tetapi selalu kurang beruntung. dan terakhir kita bertemu pas tanda tangan Ijazah SMP itupun aku tidak sempat ngbrol atau bercanda bareng tetapi Hanya sekedar saling pandangan.
Suara arif menyadarkanku, kamu kenapa bengong aja? Sambil memegang bahu sebelah kananku. Owh enggak papa kok. Rasa  penasaran aku semakin menjadi-jadi, aku coba beranikan diri untuk menanyakan dengan mereka tentang ini.
“ehhh... kamu kenal gk dengan namanya Windiawati? Katanya jurusan Biologi dan kayaknya juga semester 4 sama dengan kamu?”
“iya kenal”. Jawabnya dengan kompak
“serius?”.
“iya beneran, kebetulan dia adalah ketua tingkat kami dan aku denger-dengar dia berasal dari OKI gitu!” salah satunya menjelaskan.
“oowwwwhhhhhh” sambil senyum-senyum dan aku melihat dari mata mereka sepertinya gk ada kebohongan, aku yakin banget bahwa dia lah orangnya.
“emank kenapa”? kayak salting gitu kamu.
“hehe gk kok, dia temenku waktu masih SMP dulu dan kebetulan kita gk pernah ketemu lagi sampai sekarang. owh ya, boleh gk aku mintak No. Hpnya?
“boleh, tapi jangan bilang ya kalau kami yang ngasih”. Menjawab dengan ragu-ragu.
“oke tenang aja gk bakal aku kasih tau, kalau dia marah sebut aja namaku,hehe” jawabku dengan meyakinkan mereka.
Aku pun tidak menyia-nyiakan kesempatan yang tidak mungkin datang ke-2 kalinya ini. Aku segera mencatat No. Hpnya dan setelah itu mereka mengajak berangkat ke lokasi praktikum yang kebetulan cukup jauh dari kampus. Tanpa kompromi lagi kita segera bersiap-siap untuk berangkat. Entah kenapa aku berubah jadi lebih bersemangat, mungkin ini rasa di mana aku mendapatkan yang aku cari dan dan tidak jarang aku senyum-senyum sendiri. Etts, tetapi bukan berarti gila ya..?hehe


 
Tiga hari kemudian aku bisa kembali berkomunikasi dengannya walau hanya lewat telepon/sms betapa sangat ingin bertemu dengannya. Walaupun malam di hari itu penuh dengan awan mendung  dan bahkan tidak tampak satu pun bintang bersinar. Tatapi semua itu tidak menyurutkanku menemuinya. Sekitar pukul 20.00 WIB aku datang ke kostannya. Aneh Jantungku yang tadinya berdetak biasa saja kini berubah bak rollingkoster saat mengetuk pintunya.
Tokk....tok...
“Assalamualaikum..”
“Walaikumsalam.”jawabnya dengan lembut, tidak lama dari itu aku dibukakan pintu, dan dipersilahkan untuk masuk”
“Subbhanallah.”ucapanku secara tidak sengaja”
“Silahkan masuk”
 Wajah yang tadinya hilang entah kemana kini hadir kembali di hadapanku. Aku tidak menyangka perubahan pada dirinya. Keanggunan yang terpancar dengan balutan busana serba ungu dan hijab yang menutupi rambutnya menandakan kesalihannya terhadap Sang Pencipta. Berbeda dengan aku yang begitu kagum melihatnya dia malah terkejut dengan penampilanku yang seperti anak dugal, rambut panjang menutupi mataku dengan kalung rantai yang aku kenakan. Aku melihat dia menggelengkan kepalanya, aku tak tau pasti apa tanda yang tersirat dalam gerakan itu. Aku merasa dia sangat heran dengan penampilanku yang sekarang. Wajar saja kalau dia seperti itu karena, sesosok yang dia kenal bukan aku yang seperti ini tetapi seseorang yang pendiam dan tidak neko-neko. Jujur dengan penampilanku yang seperti ini aku sangat malu berdekatan dengannya, perbandingan itu sangat jauh seperti air dengan api. Satu yang membautku sangat betah berada disampingnya adalah ketenangan yang luar biasa tidak pernah aku dapatkan sebelumnya saat dengan ukhty-ukhty yang pernah dekat denganku. Tidak sampai larut malam obrolan kami  harus berakhir karena aku tak enak hati dengan Ibu pemilik kostannya.
Setelah 1 bulan kemudian aku mengungkapkan persaanku yang tak bisa aku tahan dalam hati ini yang terus bergejolak, malam itu aku menarik dia
Boleh gk aku mau ngomong?
Mau ngomong apa ? “jawabnya”
Sambil aku keluarkan sesuatu dari kantong sakuku, dia sedikit terkejut melihatnya
Aku dulu pernah berjanji pada diriku sendiri, apabila  aku menemukan seseorang yang  pantas mendampingiku maka ini akan aku berikan kepada orangnya, dan kini aku telah menemukan orang itu yaitu ada di hadapanku.
Maukah kamu menjadi orang yang halal untukku Windi? Dia menatap mataku cukup lama (untuk melihat ada keseriusan dari yang aku ucapkan)
Dan aku berusaha meyakinkannya. “Aku serius dengan ucapanku”.
Tetapi aku tidak bisa jawabnya sekarang.
Tidak apa-apa, kapan kamu bisanya? (tanyaku)
Setelah aku melihat kesungguhanmu untuk menjadi imamku.
Iya aku kan tunjukakan kepadamu..
  Entah kenapa keesokan harinya ada semngat dalam diriku untuk merubah kehidupanku 180°. Yang tadi tidak pernah menjalankan salat wajib kini aku sudah mulai belajar bahkan aku terkadang tidak sungkan  untuk bertanya dengan teman yang lebih tau tentang agama. Keinginan aku untuk belajar lebih jauh tentang agama semakin kuat setelah dia menyadarkanku tentang tujuan seorang laki-laki adalah menjadi imam dalam keluarganya nanti. Sebenarnya aku sudah tahu dari dulu hal itu tapi belum menpunyai nyali untuk merubahnya. Setiap kata yang terucap mampu merubah pola fikirku. Mungkin ini adalah perubahan yang disebut dengan cinta. Aku percaya dengan hal itu, kecintaan kita dengan seseorang bisa salalu termotivasi untuk menjadi seperti apa yang dia inginkan “tidak dengan paksaan”.
Tiga bulan kemudian, tiba hari ulang tahunnya yang ke-19 tahun. Tanpa disadarinya aku memberikan surprice kepadanya, dari sorot matanya aku melihat kebahagiaan yang mungkin tidak pernah dia rasakan. Mungkin ini adalah saat yang tepat ak untuk menyakan kembali persaanku yang masih tertahan ini.
Maukah kamu menjadi yang halal untukku?
Hemmm...
Kenapa? Kamu tidak bisa ya..?
Tidak (katannya dengan jeda)
Aku langsung memalingkan mukaku, kenapa?
Tidak bisa nolak masudku.hehe
Ahhhhh... ”kecewa kecampur bahagia itu yang aku rasakan saat kata-kata itu terucap di bibirnya”.
Hari itu terasa sangat spesial bertepatan dengan hari ulang tahunnya + kado spesial yang dia dapatkan yang tidak ada gantinya yaitu aku.hehe kini bumi yang gersang kembali disirami dengan air kehidupan begitulah perumpamaan yang tepat terucapkan. Ada satu janji suci yang aku ungkapkan kepadanya aku tidak pernah rela jika harus kehilanganmu.


 

Bintang Khatulistiwa

Bintang Khatulistiwa
 ( Puisi Karya : Ahmad N)

 
Dalam asingan flora
Siapa punya ?

Kudengar tangis bringis
dalam hutan tropis
Apa hanya duduk manis ?

Sumua tak ingin menyesal
kerena tempat asal
Penuh janggal
Jadi siapa harusku kenal?

Pemimpin hanya berkoar
Di antara bunyi benar

Segala menebal, segala mengental
Segala luka tinggal.............!!
Selamat Menyesal.........!